Minggu, 07 Juni 2015

Bali's Traditional Name (Nama tradisional masyarakat Bali)


              Bali’s Traditional Name
~Menguak sejarah penamaan masyarakat Bali~
Awanda, Anisa, I Ketut Hartawan dan
 Prima Azizah 
saat prosesi wawancara  di Pantai Pandawa, Bali

Saat prosesi wawancara
di pantai pandawa bersama Ni Putu Ayu Yuniastuti
Hai bloggers !! ada yang istimewa sama post kita kali ini lho.. karena kita mau bahas nama nama masyarakat asli Bali. penasaran ? ini dia penjelasannya Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Indonesia, banyak sekali keindahan alam Indonesia yang telah terkenal di manca negara, salah satunya adalah Pulau Bali. Siapa sih yang belum tau keindahan pulau ini? Pulau yang dijuluki Pulau Dewata ini menyimpan banyak sekali keindahan alam dan kekayaan tradisi yang dimiliki kepulauan ini. Salah satu kekayaan tradisinya yaitu keunikan nama yang dimiliki orang Bali. Yap nama masyarakat Bali memiliki keunikan tersendiri dibanding nama kebanyakan orang di Indonesia. Pernah gak kalian dengar nama seperti ini “ I Wayan Hendrawan” atau “Ni Putu Ayu” pasti kalian langsung menebak itu adalah nama orang dari Bali atau kalau tidak nama orang keturunan Bali. Ternyata penamaan tersebut memiliki tatacara tersendiri dan memiliki sejarah panjang sehingga terciptanya penamaan yang seperti itu. Penasaran dengan asal usul penamaan masyarakat Bali ? kita akan sharing bagaimana asal-usul nama Bali, eh tapi sebelumnya mengenai hal yang akan kita bahas ini kita dapatkan dari hasil wawancara kita dengan I Ketut Hartawan tour guide kocak yang nemenin kita saat study tour “Amazing Bali 2015” sekitar tanggal 25-27 April kemarin  loh bloggers . Nah yuk kita mulaiRahajeng rauhNama-nama kelahiran di Bali diturunkan oleh Septanawungsu yang pernah menjadi raja di pulau Dewata Bali pada abad ke-16 Septanawungsu adalah putera ke-3 dari raja Udayana yang bernama Marwadewa yang memiliki seorang istri bernama Gunaprya Dharmapatni perempuan berdarah asli Jawa Timur. Setelah pernikahan Marwadewa, beliau di anugerahkan tiga orang putera, putera yang pertama bernama Airlangga, Marakata, dan yang ketiga adalah Septanawungsu atau yang sering dipanggil Anak Wungsu. Putera dari Marwadewa yang masih menetap di Bali adalah Septanawungsu, setelah Anak Wungsu dinobatkan menjadi raja pada abad keenam belas di Bali, beliau menurunkan nama-nama kelahiran tersebut dimana nama-nama tersebut mengandung arti urutan kelahiran dan Catur Wangsa.

  • Nama kelahiran untuk anak pertama adalah Wayan
Wayan berasal dari kata “WAYAH” yang berarti lahir paling sulung atau paling besarAda empat nama yang menunjukkan urutan kelahiran pertama selain Wayan, yaitu Iluh/Niluh, Putu dan Gedhe.

  • Nama kelahiran kedua adalah Made
Made berasal dari kata “MADYA/MEDIUM” yang artinya menengah atau berada di tengah, ada tiga panggilan nama yang menunjukkan urutan kelahiran kedua selain Made yakni Kadek dan Nengah.

  • Nama kelahiran ketiga adalah Nyoman
Nyoman berasal dari kata "NON" yang artinya yang termuda atau yang kecil, ada satu lagi nama yang menunjukkan nama kelahiran nomor tiga selain Nyoman yakni Poman.

  • Nama kelahiran keempat adalah Ketut
Ketut berasal dari kata “KITUT,KATUT-KATUTAN,KENTUT” yang artinya terakhir.Nama urutan kelahiran dibuat menjadi empat urutan dikarenakan sejak dahulu warga Bali telah melakukan penundaan kehamilan yang terkenal seperti sekarang seperti program KB, akan tetapi program penundaan kelahiran pada jaman dahulu sangat sulit dilakukan karena kurangnya peralatan kontrasepsi dan pengetahuan yang terbatas, program yang dicanangkan tersebut belum berhasil, tidak heran satu keluarga di Bali dapat memiliki anak sampai dengan dua puluh orang, Maka dari itu dari penamaan yang sudah ditetapkan, bagi anak yang lahir ke lima dan seterusnya ditambahkan kata “Balik” setelah nama urutannya yang kembali seperti anak nomor satu.

Sedangkan untuk membedakan jenis kelamin , dibedakan dengan pemberian kata I/NI. “I” artinya laki-laki dan “NI” artinya perempuan.

Untuk lebih jelasnya, dapat dibuatkan contoh seperti dibawah ini:

Seperti contoh, Ni Made melahirkan anak ke lima dengan jenis kelamin laki-laki, karena urutan kelima tidak tercantum pada nama urutan kelahiran di Bali, maka anak tersebut diberi nama

I Wayan Balik Sore misalnya. ( I artinya laki-laki, Wayan artinya kelahiran urutan awal sedangkan “Balik” artinya anak tersebut terlahir setelah anak keempat dan kalimat terakhir adalah nama opsional atau nama yang dikehendaki orangtua si anak tersebut seperti “Sore”).

Apabila Ni Made melahirkan anak keenam dengan jenis kelamin perempuan, dia dapat memberikan nama puterinya tersebut dengan  “Ni Made Balik Rahayu” misalnya.

Dimana (Ni yang artinya perempuan, Made nomor urutan setelah Wayan, dan Balik adalah tanda bahwa anak tersebut dilahirkan setelah Ketut atau sesudah anak keempat, Rahayu adalah nama opsional atau nama yang dikehendaki orangtua si anak tersebut).Setelah menurunkan nama-nama kelahiran seperti pada pembahasan di atas, Nawa Wungsu menurunkan CATUR WANGSA atau CATUR WARNA atau yang lebih dikenal dengan KASTA di luar daerah Bali. 

Kasta sendiri berarti pembedaan perlakuan atau status sosial yang ada pada masyarakat Hindu yang berada di India yang sering dikonotasikan sebagai budak bagi kasta yang berada di akhir seperti kasta SUDERA hal ini berbeda dengan Catur Wangsa. Catur Wangsa digolongkan menurut keahlian masyarakat Bali dimana terdapat:

  1. Golongan yang ahli di bidang agama yang diberi nama PEDANTE. Golongan masyarakat ini mendapatkan nama wangsa yang disebut “Brahmana”. Contohnya: pemuka agama, pendeta dan lain-lain. Golongan ini juga memiliki status seperti nama gelar untuk memperlihatkan bahwa orang tersebut tergolong wangsa Brahmana seperti Ida Ayu (untuk perempuan) dan Ida Bagus (untuk laki-laki) yang diletakkan sebelum (Di awal nama panjang) nama I/NI dan urutan kelahiran seperti Wayan,Made,Nyoman, dan Ketut
  2. Golongan yang ahli di bidang pembelaan negara yang diberi nama PECALANG. Golongan masyarakat ini diberi nama wangsa “Ksatria”. Contohnya: ABRI. Golongan Ksatria juga memiliki nama kehormatan seperti Jekorda atau Anak Agung dan Isteri (untuk perempuan).
  3. Golongan yang ahli di bidang pembangunan dan ekonomi yang dahulu bernama UNDAGI. Golongan masyarakat ini diberi nama wangsa “Waisya”. Golongan juga memiliki nama kehormatan seperti Dewa,Gusti dan Penakan.
  4. Golongan masyarakat yang tidak memiliki keahlian dan hanya bekerja sebagi petani, gelar wangsanya disebut dengan “Sudera”. Golongan ini tidak mendapatkan nama kehormatan seperti golongan TRIWANGSA (Brahmana,Ksatria, dan Waisya), namanya hanya mengandung urutan nama kelahiran seperti I/NI Wayan, Made, Nyoman dan Ketut karena leluhurnya hanya bekerja sebagai petani.
Dari  perbedaan Catur Wangsa yang diberikan, Jika dilihat dari postur tubuh masyarakatnya pada zaman sekarang, postur tubuh antar Catur Wangsa sulit untuk dibedakan, akan tetapi pada zaman dahulu perbedaan ini sangat mencolok dikarenakan golongan “TRIWANGSA” (Brahmana,Ksatria, dan Waisya) postur tubuhnya lebih bagus (Lebih tinggi,cantik, warna kulitnya putih bersih) dibandingkan dengan kasta Sudera yang hanya bekerja sebagai petani.Jika dilihat dari struktur ekonominya masyarakat golongan TRIWANGSA” (Brahmana,Ksatria, dan Waisya) memiliki ekonomi yang lebih baik dibandingkan wangsa Sudera yang hanya bekerja sebagai petani.Penggantian nama akibat perubahan WangsaPernikahan antar Wangsa juga dapat menentukan nama-nama yang disandang oleh masyarakat hindu di Bali. Pada zaman dahulu terdapat larangan untuk menikah dengan seseorang yang memiliki Wangsa yang berbeda, berarti hanya ada pernikahan dalam sattu wangsa saja seperti wangsa Brahmana harus menikah dengan Wangsa Bramana. Akan tetapi pada zaman sekarng hak menikah lintas wangsa sudah berjalan dengan sebutan Hak Patrilineal (Hak penuh bagi laki-laki).

  • Kenaikan Wangsa akibat dari Wangsa laki-laki lebih tinggi daripada Wangsa perempuan

Misalkan Laki-laki berasal dari Wangsa Brahmana mendapatkan isteri dari Wangsa Sudera, maka perempuan ini akan mendapatkan kenaikan Wangsa atau derajad yang ditandai dengan memasuki adat istiadat yang lebih halu yakni “Brahmana”. Kedua calon pengantin akan dibuatkan sesaji yang bernama “Munggah Wangi”. Selain itu nama perempuan tersebut ditambahkan dengan kata “Jero” sepert “Jero Ratna”. Saat kedua Wangsa tersebut dikaruniai seorang anak, maka anaknya akan mendapatkan gelar kehormatan seperti ayahnya yaitu golongan “Brahmana”, maka anaknya akan mendapatkan juga nama seperti Ida Ayu (untuk perempuan) dan Ida Bagus (untuk laki-laki), begitu seterusnya hingga keturunan cicitnya.

  • Penurunan Wangsa akibat dari Wangsa laki-laki lebih rendah daripada Wangsa perempuan.

Dari pernikahan ini kedua pengantin akan dibuatkan sesaji yang disebut dengan “Pati Wangi” dimana si perempuan meninggalkan adat istiadat yang halus menuju adat istiadat yang biasa. Saat kedua Wangsa tersebut dikaruniai seorang anak, maka anaknya tidak boleh menggunakan nama kehormatan dikarenakan laki-laki memiliki Wangsa yang lebih rendah daripada perempuan.Pernikahan antar Wangsa dapat menentukan nama dari masyarakat bali, begitu pula jika terjadi pernikahan antar agama atau kepercayaan. Jika ada lain agama yang hendak menikah hruus mengikuti kepecayaan agama Hindu dengan cara dilahirkan kembali dimana akan dibuatkan sesaji dari baru lahir hingga potong gigi lalu baru boleh untuk dinikahkan, sama seperti jika seseorang beragama islam yang handak menikah dengan agama lain yang harus diislamkan terlebih dahulu.

Mempelai dari Bali
Source (http://riasbali.com/galeri/rias-pernikahan-bali/tata-rias-pengantin-bali-payas-madya)

Dari nama-nama yang terdapat di Bali tersebut, merupakan suatu kewajiban bagi orang yang beragama Hindu untuk menyandangnya, adan apabila orang selain beragama hindu dapat atau boleh juga menyandangnya akan tetapi orang Hindu akan menilai keasliannya.

      
Perlakuan antar Wangsa atau prosesi pemakaman antar Wangsa

Dimana setiap wangsa mungkin memiliki kemampuan ekonomi yang berbeda, maka prosesi ngaben atau perlakuan terhadap mayatnya berbeda, dimana terdapat tiga golongan pembakaran mayat


  1. Niste                (Upacara Ngaben secara Kecil)
  2. Madya             (Upacara Ngaben secara Sedang)
  3. Utama              (Upacara Ngaben secara Besar)
Upacara Ngaben
Source (https://melalitobali.wordpress.com/)

Dapat disimpulkan bahwa setiap wangsa memiliki cara tersendiri atau refleksi kebudayaannya masing-masing akan tetapi terdapat satu makna yang sama di dalamnya.Begitulah asal-usul keunikan nama orang Bali, ternyata nama orang Bali bukan sekedar nama, namun juga dapat menunjukan kasta dan urutan kelahiran. Bagaimana? Sudah tau kan? Bangga dong jadi orang Indonesia yang kaya akan budaya dan keindahan alamnya. Terus lestarikan budaya Indonesian ya. 

                                  Matur suksema, semoga bermanfaat.
MATUR SUKSEMA :)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar